Seoul, 7 Maret 2025 – YouTuber kontroversial Johnny Somali akhirnya mengakui kesalahannya saat menjalani persidangan di Pengadilan Distrik Barat Seoul, Korea Selatan. Pria yang memiliki nama asli Ramsay Khalid Ismael ini menghadapi tuntutan hukum setelah tindakannya yang dianggap melecehkan simbol penting sejarah Korea Selatan pada Oktober 2024.
Tindakan yang Memicu Kemarahan Publik
Pada tahun lalu, Johnny Somali menuai kecaman luas setelah aksinya yang tidak pantas terhadap Patung Perdamaian di Seoul. Monumen tersebut didirikan sebagai penghormatan kepada para korban perbudakan seksual yang terjadi selama Perang Dunia II. Dalam sebuah video yang tersebar di media sosial, ia terlihat mencium dan melakukan tindakan tidak senonoh terhadap patung tersebut. Perbuatannya memicu kemarahan publik, terutama karena monumen ini melambangkan perjuangan panjang melawan ketidakadilan sejarah.
Tindakannya bukan hanya dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap sejarah, tetapi juga sebagai penghinaan terhadap para korban serta upaya rekonsiliasi yang telah dilakukan selama bertahun-tahun. Kritik keras datang dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan aktivis yang menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran etika dan moral.
Sidang yang Berjalan Penuh Perhatian
Persidangan Johnny Somali yang digelar pada 7 Maret 2025 menarik perhatian publik dan media. Namun, ia datang terlambat sekitar satu jam dengan alasan mengalami gangguan kesehatan. Keterlambatannya menambah sorotan terhadap kasus ini, mengingat besarnya reaksi masyarakat terhadap perbuatannya.
Selain itu, penampilannya di pengadilan juga menuai kontroversi. Ia mengenakan topi merah bertuliskan “Make America Great Again,” slogan yang erat kaitannya dengan mantan Presiden AS, Donald Trump. Pengadilan Korea Selatan memiliki aturan ketat mengenai pakaian yang dikenakan di ruang sidang, sehingga ia diminta untuk melepas topi tersebut sebelum sidang dimulai.
Selama persidangan, pengacaranya menyampaikan bahwa Johnny Somali mengakui kesalahan dan bersedia bertanggung jawab atas tindakannya. Pernyataan ini muncul setelah tekanan besar dari publik serta ancaman hukuman berat yang menantinya.
Ancaman Hukuman Maksimal 10 Tahun Penjara
Johnny Somali menghadapi tiga dakwaan utama, meskipun hingga saat ini ia tidak ditahan secara fisik. Jika terbukti bersalah atas semua dakwaan, ia berpotensi menghadapi hukuman hingga 10 tahun penjara. Keputusan akhir masih menunggu proses lebih lanjut dalam sistem peradilan Korea Selatan.
Profesor Seo Kyoung-duk dari Universitas Wanita Sungshin menekankan pentingnya kasus ini sebagai pelajaran agar insiden serupa tidak terulang di masa depan. “Saya berharap keputusan yang adil dapat dijatuhkan untuk memastikan bahwa tindakan yang menghina sejarah dan martabat masyarakat tidak lagi terjadi di negara ini,” ujarnya.
Selain kasus yang tengah berlangsung, Johnny Somali juga dikaitkan dengan sejumlah pelanggaran lain. Ia disebut melanggar undang-undang anti-terorisme serta peraturan tentang gangguan publik, yang dapat berujung pada tuntutan tambahan. Catatan kontroversinya tidak hanya terbatas di Korea Selatan. Sebelumnya, ia juga sempat dideportasi dari Jepang akibat tindakan yang dinilai tidak menghormati norma dan budaya setempat.
Dampak dan Respons Masyarakat
Kasus Johnny Somali menyoroti bagaimana tindakan tidak pantas dapat memicu reaksi keras, terutama terkait simbol sejarah. Warga Korea Selatan mengecam perbuatannya dan menyerukan hukuman tegas sebagai peringatan bagi pelanggar lainnya.
Di era digital, di mana konten dapat cepat menyebar dan memicu reaksi global, kasus Johnny Somali mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi memiliki batas, terutama terkait penghinaan terhadap sejarah atau kelompok tertentu. Kini, ia menghadapi konsekuensi hukum serius hingga putusan pengadilan dijatuhkan.