Malang – Polresta Malang Kota berhasil mengungkap jaringan perlindungan calon pekerja migran ilegal yang beroperasi di wilayah Sukun, Kota Malang. Dalam penggerebekan ini, dua tersangka yang merupakan penyalur dan pemilik rumah penampungan diamankan oleh petugas.
Tersangka pertama adalah HN (45), seorang wanita asal Ampelgading, Kabupaten Malang, yang diketahui sebagai pemilik rumah yang digunakan sebagai tempat perlindungan calon pekerja migran di Perumahan De Marocco Village Kav 5, Bandungrejosari, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Tersangka kedua, DPP (37), Kepala Cabang PT Nusa Sinar Perkasa, perusahaan penyalur pekerja migran tanpa izin resmi.
Dalam penggerebekan tersebut, petugas menemukan sebanyak 41 calon pekerja migran yang berada ditampung di rumah tersebut. Mereka segera dibawa ke Polresta Malang Kota untuk dimintai keterangan, bersama kedua tersangka yang juga diamankan. Setelah pemeriksaan, 13 calon pekerja migran dipindahkan ke rumah aman Dinas Sosial, sementara 28 dipulangkan ke rumah.
Kasus Berawal dari Penganiayaan
Kapolresta Malang Kota, Kombes Nanang Haryono, menjelaskan bahwa kasus ini terungkap setelah adanya laporan mencakup seorang asisten rumah tangga, HNF (21), asal Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. HNF yang tengah magang di rumah HN pada awal Oktober 2024, mengalami deformasi setelah tersangka HN marah karena anjing peliharaannya mati. Akibat kesepakatan tersebut, HNF mengalami luka-luka dan harus mendapatkan perawatan medis.
“Kasus ini berawal dari laporan keluarga korban yang mengungkapkan adanya dugaan sketsa yang dilakukan oleh tersangka HN. Kejadian ini sempat viral dan memicu penyelidikan lebih lanjut,” ujar Nanang dalam konferensi pers di Mapolresta Malang, Jumat (15/11/2024).
Dalam proses deteksi tersebut, petugas juga menemukan fakta bahwa PT NSP, yang berpusat di Tangerang, telah membuka perlindungan calon pekerja migran ilegal di wilayah Sukun tanpa izin resmi. Di tempat itu, 41 calon pekerja migran ditampung ilegal, menjadi bagian dari kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Ancaman Hukum Berat bagi Tersangka
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Pasal 81 juncto Pasal 69 dan Pasal 71 huruf (c) dan (d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ancaman hukuman bagi mereka adalah pidana penjara hingga 15 tahun. Selain itu, tersangka HN juga dikenakan Pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait kompilasi.
“Untuk kedua tersangka, kami telah tersingkir. Kami akan terus mengembangkan penyelidikan ini untuk mengungkap jaringan perdagangan orang yang lebih luas,” pungkas Kombes Nanang.
Kasus ini mengingatkan pentingnya pengawasan penyaluran pekerja migran dan perlindungan hak-hak mereka dari ancaman pihak tidak bertanggung jawab.