Survei terbaru Pusad Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) menunjukkan politik uang masih menjadi tantangan besar jelang Pilkada 27 November 2024. Berdasarkan hasil survei yang dirilis Senin, 4 November 2024, sebanyak 38,3% warga Jawa Timur menganggap politik uang sebagai hal wajar.
Survei ini juga mencatat sembilan daerah di Jawa Timur dengan tingkat penerimaan politik uang tertinggi, antara lain Ponorogo (7,5%), Sampang (5,3%), Bangkalan (4,4%), Pamekasan (4,32%), Sumenep (4,3%), Kota Malang (4,12%), Lumajang (4%), Lamongan (3,45%), dan Jember (3,3%).
Direktur Pusad UMS, Satria Unggul Wicaksana, menyatakan pasangan calon sering menggunakan politik uang, juga dikenal sebagai “sedekah politik” atau “serangan fajar,” untuk menarik pemilih. “Praktik ini sangat mengkhawatirkan, terutama di kalangan pemilih muda, karena melibatkan uang tunai dan janji jabatan,” ujarnya.
Sebanyak 35,9% responden mengaku akan memilih calon yang memberi uang, sementara 54,8% bersedia menerima uang tanpa memilih pemberinya. Hanya 5,9% yang menolak politik uang sama sekali. Responden mayoritas berharap mendapat nominal Rp 100.000, dengan persentase 35,2%.
Satria menambahkan, politik uang mencakup uang tunai, bantuan infrastruktur seperti pembangunan jalan, bantuan kebutuhan pokok, dan fasilitas wisata. “Kami menemukan indikasi bantuan sosial dan kemudahan perizinan oleh petahana yang juga tergolong politik uang,” jelasnya.
Survei ini menggunakan metode multistage random sampling di Jawa Timur, melibatkan 1.065 responden dari 38 wilayah dengan margin kesalahan 3% dan tingkat kepercayaan 95%. Survei dilakukan melalui wawancara telepon selama 1–15 Oktober 2024.
Komisioner KPU Jawa Timur, Choirul Umam, mengakui bahwa politik uang masih menjadi tantangan dalam pilkada. “Tren ini cenderung meningkat dan dianggap wajar oleh sebagian masyarakat. Diperlukan komitmen dari elite politik dan pembuat kebijakan untuk mengatasinya,” kata Choirul.