Blitar – Pelaksanaan debat kedua dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Blitar pada Senin malam (4/11/2024) menuai kritik tajam. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar dinilai gagal dalam mengatur jalannya debat yang seharusnya menjadi sarana penting untuk memperkenalkan visi dan misi para pasangan calon kepada publik. Kegagalan ini bukan hanya mencoreng citra KPU, tetapi juga berdampak buruk pada nama baik Kabupaten Blitar secara nasional.
Sejak debat pertama hingga yang kedua, KPU Kabupaten Blitar mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Sebagian masyarakat menganggap kedua debat yang sudah digelar tidak memberikan pemahaman yang jelas mengenai program kerja dan visi-misi calon bupati dan wakil bupati. Malah, beberapa pihak menilai kedua debat tersebut hanya sebagai ajang formalitas yang tidak bermakna.
Pengamat Sosial dan Politik Kabupaten Blitar, M. Trijanto, menyebutkan bahwa jalannya debat kedua tersebut lebih mirip seperti ‘permainan anak-anak TK’ yang hanya sibuk berebut perhatian tanpa substansi yang jelas. “Debat tersebut tidak memberikan informasi yang berarti bagi masyarakat. Seharusnya ini menjadi ajang untuk menjelaskan visi-misi, namun malah terkesan seperti lelucon,” katanya, Selasa (5/11/2024).
KPU Dinilai Kurang Siap dan Tidak Tegas
Kekacauan dalam debat kedua juga disebabkan oleh kurangnya persiapan dan ketegasan dari pihak KPU. Sejumlah pihak menilai KPU tidak memberikan aturan yang jelas tentang jalannya debat, yang mengakibatkan ketidaktertiban di panggung debat. Terutama saat calon bupati mulai saling berinterupsi dan mempertanyakan data yang disampaikan oleh pasangan calon lain.
“Sangat disayangkan, KPU tidak memiliki ketegasan dalam mengatur jalannya debat ini. Seharusnya, mereka sudah menetapkan aturan yang jelas sejak awal, misalnya mengenai apakah calon boleh membawa catatan atau tidak. Kedua calon bupati ini sudah memiliki pengalaman dan rekam jejak yang jelas, jadi seharusnya mereka dapat menyampaikan prestasi dan visi-misinya dengan lebih konkret dan terstruktur,” ujar Trijanto.
Senada dengan itu, Pengamat Politik sekaligus Dosen Universitas Islam Balitar (Unisba), Muhammad Iqbal Baihaqi, menilai kegagalan pelaksanaan debat ini tidak hanya mencoreng nama KPU, tetapi juga Kabupaten Blitar. “Kegagalan ini bukan hanya merusak kredibilitas KPU, tetapi juga membuat Blitar tampak kurang siap dan profesional dalam menyelenggarakan acara penting seperti ini. Ini bukanlah hal yang pantas bagi sebuah Kabupaten yang sedang menyelenggarakan Pilkada,” ujar Baihaqi.
Pentingnya Evaluasi untuk Debat Ketiga
Pengamat berharap KPU Kabupaten Blitar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap debat kedua untuk persiapan debat ketiga yang lebih baik. Mereka ingin aturan diterapkan dengan jelas dan komunikasi intensif antara KPU dan tim pasangan calon dilakukan sebelum debat.
“Debat ke-3 harusnya menjadi ajang yang lebih serius, bukan hanya formalitas. KPU perlu mempersiapkan dengan lebih baik, termasuk membangun komunikasi yang lebih intensif dengan tim pasangan calon agar tidak ada lagi kebingungannya. Jika persiapan ini dilakukan dengan matang, saya yakin debat akan lebih produktif dan bermanfaat untuk masyarakat,” ujar Baihaqi.
Insiden yang Memicu Penghentian Debat
Pada pelaksanaan debat kedua yang sempat terhenti, insiden bermula ketika pasangan calon nomor urut 02, Rini-Ghoni, tengah menyampaikan visi-misi mereka dengan membaca data angka-angka pencapaian. Pasangan calon 01 yang merasa terprovokasi menuduh pasangan 02 melakukan penjiplakan. Hal ini memicu ketegangan, terutama saat Cawabup nomor urut 01, Beky Herdihansah, melakukan protes keras terhadap pasangan 02.
Keadaan semakin panas ketika Beky bersama Rijanto, calon bupati nomor urut 01, turun dari panggung setelah interupsi tersebut. Tak lama setelahnya, KPU Blitar memutuskan untuk menghentikan debat tersebut.
Harapan untuk Masa Depan
Masyarakat Kabupaten Blitar kini berharap KPU dapat menghindari kesalahan yang sama pada debat mendatang dan memberikan penampilan yang lebih profesional. Mereka berharap debat berikutnya berlangsung lancar dan memberikan pemahaman lebih baik tentang program pasangan calon jika terpilih.
Dengan demikian, debat yang menjadi bagian dari pesta demokrasi ini dapat benar-benar memberikan manfaat bagi pemilih, bukan sekadar menjadi ajang perdebatan yang tidak produktif.