Blitar – Kabupaten Blitar memiliki 257 dokter yang tersebar di rumah sakit, puskesmas, dan fasilitas kesehatan lainnya. Namun, banyak dokter lebih memilih praktik di sektor swasta dibandingkan menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Ketidakmerataan Distribusi Dokter
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Blitar, dr. Dedi Ismiranto, menjelaskan bahwa populasi sekitar 1,3 juta jiwa membutuhkan sekitar 260 dokter. Artinya, satu dokter harus menangani sekitar 5.000 pasien. Sayangnya, distribusi dokter tidak merata di seluruh layanan kesehatan, baik negeri maupun swasta.
“Dari total 257 dokter yang ada, jumlah tersebut sebenarnya sudah cukup. Namun, banyak yang memilih bekerja di layanan kesehatan swasta karena status ASN mengikat mereka dengan pemerintah,” ungkap Dedi di RSU Annisa, Rabu (23/10).
Tantangan Bagi Dokter ASN
Dokter umum yang ingin melanjutkan pendidikan spesialis sering menghadapi kesulitan jika sudah berstatus ASN. Mereka harus menunggu beberapa tahun untuk mendapatkan izin cuti, sehingga status ASN menjadi kurang menarik.
Isu gaji juga menjadi perhatian utama. Banyak dokter merasa upah untuk ASN tidak sebanding dengan tanggung jawab mereka. Gaji dokter umum di RSUD dan puskesmas berkisar Rp 3,5 juta, sementara mereka mengharapkan Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per bulan. Dokter di sektor swasta biasanya mendapatkan gaji sekitar Rp 7,5 juta.
Meskipun demikian, masih ada dokter muda yang memilih bekerja di RSUD untuk mengejar peluang pendidikan spesialis. Namun, keputusan menjadi PNS tetap menjadi pertimbangan rumit bagi mereka.
Dedi menambahkan, untuk menarik dokter melamar menjadi ASN, pemerintah perlu menawarkan gaji yang lebih kompetitif dan kesempatan untuk pendidikan spesialis. Dengan cara ini, banyak dokter berkualitas akan tersedia di RSUD dan puskesmas.
Saat ini, jumlah dokter di rumah sakit Blitar berkisar antara 20 hingga 40 orang, sedangkan puskesmas rata-rata hanya memiliki 2 hingga 3 dokter. Dedi mengungkapkan bahwa idealnya setiap puskesmas memiliki minimal 5 dokter untuk melayani pasien dengan baik di setiap kecamatan.
Dedi juga mencatat bahwa banyak dokter mandiri enggan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Mereka merasa imbalan rendah, di mana setiap pasien hanya mendapatkan upah Rp 8.000 dan harus mencari pasien sendiri. “Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami dalam meningkatkan layanan kesehatan di Kabupaten Blitar,” pungkasnya.