Tulungagung – Pemerintah Kabupaten Tulungagung meluncurkan Batik Lurik Bhumi Ngrowo, tetapi kini diduga telah dipalsukan. Kecurigaan muncul karena batik karya Nanang Setiawan tiba-tiba beredar di pasaran, meski hak ciptanya masih dalam perlindungan.
Nanang Setiawan melalui penasihat hukumnya, Heri Widodo, mengirim somasi kepada tiga toko kain yang menjual batik tersebut secara ilegal. Langkah ini dianggap merugikan pencipta dan perajin batik lokal dalam Asosiasi Batik dan Wastra Tulungagung.
“Motif Batik Lurik Bhumi Ngrowo sudah dipatenkan dan memiliki hak cipta resmi. Penggunaannya harus dengan izin pencipta dan pemegang paten,” ujar Heri Widodo, Rabu (23/10/2024).
Heri menjelaskan bahwa batik ini hanya boleh dijual melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Tulungagung. Peraturan Bupati Tulungagung bahkan mengatur batik ini sebagai seragam resmi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang harus dikenakan setiap Kamis dan minggu pertama setiap bulan.
Namun, tercatat hanya 3.586 dari sekitar 10.000 ASN yang membeli batik ini melalui Dekranasda. Hal ini menimbulkan kecurigaan pasar gelap, yang terbukti dengan penemuan tiga toko yang menjual batik tanpa izin.
Heri tidak mengungkapkan nama toko terlibat, tetapi menyatakan bahwa barang bukti sudah dikumpulkan. Somasi resmi telah dilayangkan dengan batas waktu hingga 29 Oktober 2024 untuk menyelesaikan masalah ini. Jika somasi diabaikan, pihaknya akan menempuh langkah hukum di pengadilan niaga.
Batik Lurik Bhumi Ngrowo asli dengan corak coklat keemasan dijual melalui Dekranasda seharga Rp 58 ribu per meter. Sementara itu, kain tiruan yang beredar di toko-toko dijual dengan harga lebih murah, yakni Rp 35-37 ribu per meter.